Pesantren

Sejarah

Inisiatif pesantren kewirausahaan dan fasilitasi sosial Oncor Punthuk Sewu dimulai pada April 2020. Muhammad Irsyadul Ibad memulai inisiatif ini dengan mengembangkan pendekatan dan kawasan ujicoba intensif pertanian organik di Kalurahan Pleret, Kecamatan Pleret, Bantul, Yogyakarta. Berawal dari lahan seluas 1 ha, inisiatif berfokus pada 2 hal, yaitu: pengembangan metode pertanian organik berbasis sains dan pendokumentasian praktik baik. Ujicoba saintis tersebut didokumantasikan ke dalam buku-buku panduan pertanian organik dan video panduan yang disebarluaskan melalui kanal “Ensiklo” di platform media sosial Youtube. 

Inisiatif ini dikelola bersama beberapa praktisi pemberdayaan masyarakat yang berlatarbelakang santri dan pesantren, seperti Mukhosis Nur, Yudi Setiyadi, Muhammad Nur Abdullah, Haling dan Wahyu Dwiyanto. Inisiatif ini diberi nama “Nusantara Organik”. 

Pengembangan inisiatif ini dilakukan pada tahun 2021 dengan perluasan lahan percontohan (demonstration plot/demplot) kebun buah dan pertanian tanaman pangan di lahan seluas 4 hektar. Lahan yang digunakan adalah area tanah kas desa yang disewa secara jangka panjang dan dibiayai dari hasil penjualan komoditas pertanian yang dikembangkan. 

Pada tahun 2022 inisiatif ini berkembang dengan mengintegrasikan pertanian dan peternakan dalam konsep ekonomi sirkular. Peternakan ruminansia (domba) diinisiasi untuk mendukung produksi pertanian organik dan kemandirian dari sumber daya yang berasal dari eksternal, seperti pupuk. Inisiatif ini secara bertahap mulai terarah pada penyelenggaraan pendidikan keterampilan dan pemberdayaan masyarakat untuk peternakan dan pertanian dengan pendekatan ekonomi sirkular. Nusantara Organik mulai membuka kelas-kelas pelatihan, mendampingi komunitas petani akar rumput di beberapa kabupaten dan kota. 

Pada tahun 2021 pula inisiatif pendirian pesantren kewirausahaan dan fasilitasi sosial mulai dikembangkan. Para pendiri menganggap inisiatif Nusantara Organik berpeluang untuk dikembangkan dan berdampak lebih luas dengan format lembaga pendidikan. Hal ini mempertimbangkan metode yang sudah teruji, pasar komoditas yang telah terbangun, dampak pendidikan dan pemberdayaan bagi masyarakat dampingan serta kader fasilitator yang mengikuti pelatihan-pelatihan. Para pegiat yang berlatarbelakang santri memilih format pesantren sebagai bentuk ideal untuk menjalankan dan mengelola rintisan ini menjadi lebih besar dan berdampak luas.  

Pemiliihan pesantren sebagai format dengan mempertimbangkan beberapa hal, yaitu:  

  1. Pesantren sebagai lembaga pendidikan sekaligus kultur yang mengakar di tengah masyarakat;  
  1. Besarnya angka lulusan pesantren (terutama pesantren salaf tradisional) yang tidak meneruskan pendidikan formal ke perguruan tinggi sehingga membutuhkan penguatan kapasitas keterampilan hidup (LifeSkill); 
  1. Potensi integrasi pendidikan karakter dan LifeSkill dalam wadah pesantren;  
  1. Potensi sebaran lulusan pesantren untuk menjadi fasilitator sosial dan pemberdayaan ekonomi sektor agraris;  
  1. Tingginya angka kemiskinan yang disumbang oleh sektor pertanian; 
  1. Masih luasnya peluang sektor agraris untuk menjadi sumber penghidupan bagi alumni pesantren yang berasal dari wilayah-wilayah agraris.